Rabu, 04 Januari 2012

Manusia dan Tanggung Jawab


Manusia dan Tanggung Jawab
Makna sebuah Tanggung Jawab :
(disarikan dari kuliah Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, M.A. di Masjid Agung Sunda Kelapa)
Tanggung jawab merupakan tanda kematangan diri. Mungkin ada diantara kita yang sudah sangat dewasa, tapi dari sisi perilaku, pikiran dan keimanannya ternyata masih sangat muda. Sebaliknya, mungkin ada yang usianya masih relatif muda, tapi sisi spiritual, pola pikir, dan tanggung jawab sudah menunjukkan kematangan.
Seringkali tanggung jawab ditakuti orang. Berbagai alasan diungkapkan untuk menghindari pertanggung jawaban. Padahal jika dilakoni dengan baik, keberhasilan akan mudah diraih. Ada satu kata yang sering membuat kita gagal, menyesal dan kecewa, yaitu: alasan.
Seorang yang hebat bukanlah orang yang mampu mengarang banyak alasan. Seorang yang matang bukanlah mereka yang mampu memberikan alasan-alasan yang kuat secara spontan. Seribu alasan bisa dikarang dalam waktu singkat untuk membenarkan kekeliruan. Ada orang yang karena sudah profesional, mudan sekali untuk mengarang alasan.
Kemampuan untuk beralasan akan menghambat kedewasaan seseorang. Mungkin orang itu berhasil memberikan pengertian kepada orang lain, tapi tingkatan perjalanan hidupnya takkan bertambah dan perilakunya takkan matang.
Bagaimanapun membuat alasan bukanlah cara yang terbaik untuk mematangkan diri. Daripada sibuk mencari alasan untuk membenarkan kekeliruan kita, lebih baik meminta maaf kepada yang bersangkutan. Lebih baik istighfar kepada Allah.
Alasan adalah kata-kata yang membuat seseorang terlambat dewasa. Tanggung jawab membangun motivasi yang kuat. Ketika lari dari tanggung jawab, mungkin kita bisa melepaskan diri dari beban besar; mungkin pimpinan kit abisa menerima alasan kita dan seolah kita terbebas dari kesalahan besar; mungkin atasan kita memaafkan, tapi ada masalah dalam diri kita sendiri. Titik-titik hitam dalam diri kita akan bertambah.
Hampir semua alasan yang kita buat itu dimotivasi oleh kebohongan. Kalau benar, itu sedikit dan sulit untuk dijadikan pedoman secara umum. Kadang, ada orang membuat alasan dengan mendramatisirnya. Sebenarnya alasannya satu, tapi ia bisa membuatnya sepuluh. Berarti sembilan diantaranya adalah kebohongan. Hal itu akan mengotori batin kita.
Seringkali orang mengelak dari tanggung jawab. Padahal, semakin besar tanggung jawab yang kita pikul, semakin cepat proses kematangan diri kita. Kalau ada orang yang tidak mau mengemban tanggung jawab dan menghindari kesulitan, takut menghadapi resiko, orang itu tidak akan mencapai kematangan dan kedewasaan. Semakin tempaan, tantangan, dan tanggung jawab yang kita pikul. Tuhan tidak akan pernah menyia-nyiakan orang seperti itu. Kita hidup dengan tanggung jawab. Tanggun jawab menjadi ciri orang yang hidup. Orang yang tidak mau mengemban tanggung jawab sama dengan mayat hidup yang berjalan.
Tanggung jawab menghasilkan ketabahan dan ketekunan.
“Saya tidak mengkawatirkan kemakmuran material, yang saya kawatirkan adalah kegersangan spiritual,” ungkap Paus Benedictus beberapa waktu yang lalu. Jadi krisis keagamaan kita sekarang bukanlah kemiskinan material, tapi ruhani.
Kalau orang tidak bertanggung jawab, ia tidak akan mendapatkan apa-apa. Sebaliknya, orang yang banyak menunaikan tanggung jawab maka Tuhan akan memberikan bonus kepadanya.
Ada orang yang pekerjaannya membawa map dari satu perusahaan ke perusahaan lain, tapi tak ada yang mau menerimanya. Ada juga orang yang sebaliknya, pekerjaannya hanya menerima transfer. Orang yang dikejar-kejar perusahaan adalah dia yang besar rasa tanggung jawabnya. Ternyata, orang yang selalu membawa map itu orang yang tak bertanggung jawab.
Dunia usaha dan pasar sekarang ini tidak lagi mengandalkan titel. Yang paling penting adalah pengalaman kerja dan rekomendasi orang-orang tertentu. Kalau kita terlambat untuk menjadi orang yang ideal, maka anak-anak adalah tumpuan kita. Didiklah mereka menjadi anak yang benar dan bertanggung jawab. Insya Allah kalau kita bertanggung jawab kepada anak dan menularkannya kepada anak kita, niscaya ia takkan tega untuk menyakiti orang.
Tanggung jawab adalah tolak bala yang paling efektif. Tidak perlu mencari dukun, azimat dan wirid. Kalau kita punya tanggung jawab, rizki datang sendiri dan takkan ada bencana. Orang yang bertanggung jawab memiliki motto: “berhentilah menyalahkan situasi.” Hal itu berarti orang yang suka menyalahkan keadaan dan orang lain, itu tanda tak bertanggung jawab.
Mari kita bercermin diri. Biasanya, mencari kesalahan adalah hal pertama ketika seseorang tertimpa masalah. Jarang ada orang yang mau mengoreksi diri sendiri ketika ia tertimpa masalah. Begitu tertimpa masalah, langsung ia mencari kambing hitam. Jangan-jangan kita orang yang seperti itu. Padahal, telah jelas bahwa kita yang menjadi biang masalah,misalnya.
Ketika tidak ada orang yang bisa dijadikan kambing hitam, ia menyalahkan dirinya sendiri secara berlebihan. Maka, tidak jarang orang seperti ini berujung dengan bunuh diri. Orang seperti ini tak laku di dunia, apalagi di akhirat.
Makna pengorbanan dan pengabdian :
Makna Pengorbanan
Memberikan segala sesuatu yang kita miliki baik materil pikiran ataupun nyawa untuk sesuatu yang kita anggap penting.
Sesuatu pengorbanan itu dilakukan dari hati yang paling tulus karena kita melakukannya dengan sepenuh hati untuk mencapai sesuatu yang kita inginkan.
Pengorbanan bisa dikategorikan dengan beberapa macam,kita bisa mengorbankan waktu,uang,
jiwa dan raga,tenaga,pikiran,harta,harga diri,tergantung pengorbanan apa yang kita lakukan untuk mencapai sesuatu yang kita inginkan dan memberikan hasil yang terbaik.
Didalam hidup pasti kita akan menemukan suatu tindakan pengorbanan karena jika kita ingin mencapai atau melakukan sesuatu dari hal yang terkecil kita harus pengorbanan terdahulu dan hasilnya pun akan menjadi yang terbaik,jika itu kita lakukan dengan sungguh-sungguh.

Makna pengabdian
Senantiasa bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Raja, yang Maha Suci, yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata,
Dan (juga) kepada kaum yang lain dari mereka yang belum berhubungan dengan mereka. dan Dia-lah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Demikianlah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah mempunyai karunia yang besar.
Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa Kitab-Kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.
(Al-Jumu’ah:1-5)

Siang itu pada saat para shahabat sedang mendengarkan khutbah Jum’at dari Rasulullah SAW, tiba-tiba datang kafilah dagang yang membawa bahan makanan memasuki kota Madinah dalam jumlah besar, sehingga membuat jama’ah shalat Jum’at tersebut berpaling dan tersisa hanya 12 orang saja yang masih mendengarkan khutbah.


Maka turunlah ayat ke-11, “Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: “Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan”, dan Allah Sebaik-baik pemberi rezki.” Imam Bukhari meriwayatkan hadits ini dalam kitab shahihnya dari Jabir bin Abdullah.


Allah SWT membuka surah ini dengan menyebutkan berzikirnya apa yang ada di langit dan di bumi sebagai pelajaran bagi manusia untuk selalu berzikir kepada Allah SWT. Dan sebaik-baik zikir adalah mendirikan shalat 5 waktu. “Sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar . Dan ketahuilah mengingat Allah dengan sholat itu lebih besar keutamaannya dari ibadah yang lain” (QS Al-Ankabut:45).


Dengan berzikir kepada Allah SWT, hati akan menjadi tenang, sebagaimana firman-Nya dalam surah Ar-Ra’d:28, “Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah lah hati menjadi tenteram.”
Jadi, puncak kebahagiaan seorang muslim adalah saat dirinya dekat dengan Allah SWT, Yang Maha Raja, Maha Suci dan Maha Bijaksana. Kebahagiaan itu bukan diukur dengan banyaknya harta atau besarnya kekuasaan yang dimiliki seseorang.


Jika demikian, maka Qarun dan Fir’aun merupakan manusia yang berbahagia tetapi justru sebaliknya. Dan Allah SWT mengancam orang-orang yang berpaling dari peringatan Allah dalam firmannya, “Dan barangsiapa berpaling dari peringatanku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunnya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS Thaaha:124)


Pengabdian seorang manusia kepada Allah SWT adalah pengisian hidup dengan semua kebaikan yang dirumuskan oleh Sang Pencipta sebagaimana yang tertuang dalam ajaran Islam. Kesadaran inilah yang dapat memperkuat semangat dan membunuh penyakit kebosanan dan kejenuhan yang sering menjamur dalam jiwa manusia.


Selanjutnya Allah SWT mengutus Rasulullah SAW dengan tujuan untuk membacakan ayat-ayat Allah dan membersihkan jiwa dan nurani ummat. Pembersihan amal dan akhlak kita, kehidupan keluarga atau rumah tangga kita, kehidupan bermasyarakat, sehingga hati, jiwa maupun nurani seorang muslim itu bersih dari aqidah-aqidah syirik menuju kepada aqidah yang benar yang hanya menyembah kepada Allah SWT.


Sehingga Al-Quran diturunkan tidak hanya sekedar dibaca ataupun dijadikan hiasan rumah seorang muslim atau mahar saat pernikahan saja akan tetapi sebagai kitab yang mengajar seorang muslim untuk hanya menyembah kepada Allah SWT dan mengisi kehidupannya di dunia dengan kebaikan hingga menghadap Allah SWT. Dalam firmanNya, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepadaNya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan muslim.” (QS Ali- Imran:102)

Wallahu a’lam bishowab

Referensi web :
http://cahayamadinah.blogspot.com/2008/05/makna-pengabdian_08.html
aswil.multiply.com/journal/item/54Filipina

Tidak ada komentar:

Posting Komentar