Contoh hasil budaya tentang Tanggung Jawab :
“Sebab Aku Laki-Laki” Kisah Tanggung jawab seorang
Pemimping keluarga
Suatu ketika, ada seorang anak
wanita bertanya kepada Ayahnya, tatkala tanpa sengaja dia melihat Ayahnya
sedang mengusap wajahnya yang mulai berkerut-merut dengan badannya yang
terbungkuk-bungkuk, disertai suara batuk-batuknya. Anak wanita itu bertanya
pada ayahnya: “Ayah, mengapa wajah Ayah kian berkerut-merut dengan badan Ayah
yang kian hari kian terbungkuk?” Demikian pertanyaannya, ketika Ayahnya sedang
santai di beranda.
Ayahnya menjawab : “Sebab aku
Laki-laki.” Itulah jawaban Ayahnya. Anak wanita itu berguman : ” Aku tidak mengerti.”
Dengan kerut kening karena jawaban
Ayahnya membuatnya tercenung rasa penasaran. Ayahnya hanya tersenyum, lalu
dibelainya rambut anak wanita itu, terus menepuk nepuk bahunya, kemudian
Ayahnya mengatakan : “Anakku, kamu memang belum mengerti tentang Laki-Laki.”
Demikian bisik Ayahnya, membuat anak wanita itu tambah kebingungan.
Karena penasaran, kemudian anak
wanita itu menghampiri Ibunya lalu bertanya :”Ibu mengapa wajah Ayah menjadi
berkerut-merut dan badannya kian hari kian terbungkuk? Dan sepertinya Ayah
menjadi demikian tanpa ada keluhan dan rasa sakit?”
Ibunya menjawab: “Anakku, jika
seorang Laki-Laki yang benar benar bertanggung jawab terhadap keluarga itu
memang akan demikian.” Hanya itu jawaban Sang Bunda.
Anak wanita itupun kemudian tumbuh
menjadi dewasa, tetapi dia tetap saja penasaran.
Hingga pada suatu malam, anak wanita
itu bermimpi. Di dalam mimpi itu seolah-olah dia mendengar suara yang sangat
lembut, namun jelas sekali. Dan kata-kata yang terdengar dengan jelas itu
ternyata suatu rangkaian kalimat sebagai jawaban rasa penasarannya selama ini.
“Saat Ku-ciptakan Laki-Laki, aku
membuatnya sebagai Pemimpin Keluarga serta sebagai tiang penyangga dari
bangunan Keluarga, dia senantiasa akan menahan setiap ujungnya, agar
Keluarganya merasa aman teduh dan terlindungi. “
“Ku-ciptakan Bahunya yang Kekar
& Berotot untuk membanting tulang menghidupi seluruh Keluarganya &
kegagahannya harus cukup kuat pula untuk melindungi seluruh Keluarganya. “
“Ku-berikan Kemauan padanya agar
selalu berusaha mencari sesuap nasi yang berasal dari tetesan keringatnya
sendiri yang halal dan bersih, agar Keluarganya tidak terlantar, walaupun
seringkali dia mendapatkan cercaan dari anak-anaknya. “
“Ku-berikan Keperkasaan & Mental
Baja yang akan membuat dirinya pantang menyerah, demi Keluarganya dia merelakan
kulitnya tersengat panasnya matahari, demi Keluarganya dia merelakan badannya
basah kuyup kedinginan karena tersiram hujan dan hembusan angin, dia relakan
tenaga perkasanya terkuras demi Keluarganya & yang selalu dia ingat, adalah
disaat semua orang menanti kedatangannya dengan mengharapkan hasil dari jerih
payahnya.”
“Ku-berikan Kesabaran, Ketekunan
serta Keuletan yang akan membuat dirinya selalu berusaha merawat &
membimbing Keluarganya tanpa adanya keluh kesah, walaupun disetiap perjalanan
hidupnya keletihan dan kesakitan kerap kali menyerangnya. “
“Ku-berikan Perasaan Keras dan Gigih
untuk berusaha berjuang demi mencintai & mengasihi Keluarganya, didalam
kondisi & situasi apapun juga, walaupun tidaklah jarang anak-anaknya
melukai perasaannya melukai hatinya. Padahal perasaannya itu pula yang telah
memberikan perlindungan rasa aman pada saat dimana anak-anaknya tertidur lelap.
Serta sentuhan perasaannya itulah yang memberikan kenyamanan bila saat dia
sedang menepuk-nepuk bahu anak-anaknya agar selalu saling menyayangi &
mengasihi sesama saudara.”
“Ku-berikan Kebijaksanaan &
Kemampuan padanya untuk memberikan pengetahuan padanya & menyadarkan, bahwa
Istri yang baik adalah Istri yang setia terhadap Suaminya, Istri yang baik
adalah Istri yang senantiasa menemani & bersama-sama menghadapi perjalanan
hidup baik suka maupun duka, walaupun seringkali kebijaksanaannya itu akan
menguji setiap kesetiaan yang diberikan kepada Istri, agar tetap berdiri,
bertahan, sejajar & saling melengkapi serta saling menyayangi.”
“Ku-berikan Kerutan diWajahnya agar
menjadi bukti bahwa Laki-Laki itu senantiasa berusaha sekuat daya pikirnya
untuk mencari & menemukan cara agar keluarganya bisa hidup di dalam
keluarga bahagia & BADANNYA YANG TERBUNGKUK agar dapat membuktikan, bahwa
sebagai Laki-Laki yang bertanggungjawab terhadap seluruh keluarganya,
senantiasa berusaha mencurahkan sekuat tenaga serta segenap perasaannya,
kekuatannya, keuletannya demi kelangsungan hidup keluarganya. “
“Ku-berikan Kepada Laki-Laki
Tanggung Jawab penuh sebagai Pemimpin Keluarga, sebagai tiang penyangga, agar
dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya dan hanya inilah kelebihan yang
dimiliki oleh Laki-Laki, walaupun sebenarnya tanggung jawab ini adalah Amanah
di Dunia & Akhirat.”
Terbangun anak wanita itu, dan
segera dia berlari, berlutut & berdoa hingga menjelang subuh. Setelah itu
dia hampiri bilik Ayahnya yang sedang berdoa, ketika Ayahnya berdiri anak
wanita itu merengkuh dan mencium telapak tangan Ayanya. ” AKU MENDENGAR &
MERASAKAN BEBANMU, AYAH.”
Dunia ini memiliki banyak keajaiban,
segala ciptaan Tuhan yang begitu agung, tetapi tak satu pun yang dapat
menandingi keindahan tangan Ayah…
With Love to All Father
Contoh budaya tentang kegelisahan :
BUTIR
KEGELISAHAN
Goresan Pena ; Gadis Intifadha
Tak bisa kupungkiri memang, beberapa
hari ini aku terus mencoba menentramkan jiwa, menyelimuti kalbu yang mulai
tertoreh. Menutupi kegelisahan yang aku sendiri tak memahaminya. Aku melangkah
setapak, namun kalut itu masih ada. Kembali ku gelengkan kepala, berharap
bayangan yang tak berwujud itu segera hilang meninggalkan diriku. Aku menjerit
pelan " Pergilah, aku mohon..." . Terasa ruang ini begitu sempit.
Padahal sebelumnya aku sangat mencintai ruang ini, disinilah tempatku
menghilangkan jenuh hari-hariku, melepaskan gerutuan yang kudapat dijalanan.
Kini, ia tak berarti apa-apa. Seolah ada tempat lain yang lebih nyaman bagiku,
dan aku bisa tenang disana. Yup, jelas tempat itu memang ada, Firdaus Nya.
Lantas, apa saat ini detik penantian itu sudah dekat? Rabb, hatiku memang
gelisah, tapi aku tidak ingin mengahdapMu dalam kondisi seperti ini.
Jiwaku benar-benar carut marut. Aku
duduk diatas kursi kesayanganku. Dimana aku melayang kedunia maya, disana aku
terbang kemanapun yang aku inginkan, dan disana pula tempatku menoreh banyak
cerita, menyampaikan pesan hati lewat tulisan untuk orang banyak. Kugoyangkan
penaku perlahan. Tercoret tanpa arah. Tanpa makna. Namun, bagiku coretan itu
begitu menyimpan makna. Sebegitukah keadaan hatiku saat ini? Fuih,,,aku tak menemukan
ide untuk berpesta pora dengan kata-kata indah yang biasa ku tulis. Kemudian
aku bangkit, berjalan kesana kemari. Seandainya sahabatku Rahmi ada disini
seperti biasa menemani hari-hariku, pasti ia bingung dan linglung melihatku
seperti ini. Tapi keberadaannya pasti bisa sedikit membantuku mengemban
kegelisahan ini. Hari ini ia tiada, ia sedang birrul walidain mengunjungi orang
tua tercinta di kampung halaman, dan aku tidak berhak melarangnya.
Kuhentikan langkah. Kumelihat
kesekeliling. Ah, kenapa aku tidak mengaji saja. Akhirnya aku tersenyum indah,
aku tahu apa yang akan aku lakukan saat ini. Segera aku beranjak ke kamar mandi
ingin berwudhu, berusaha menentramkan kegalauan hati. Rabb, kesejukan ini
sungguh bermakna. Pujian ku hantur syahdu untuk Nya. Kuraih Mushaf Merah
marunku, yang selalu bisa membuat bibirku basah indah dengan menghayati tiap
katanya. Kumulai dengan kalimat ta'awudz dan basmalah untuk memasuki dunia
kalam Nya. Tetesan embun memenuhi ruang jiwaku, menyejukkan jiwaku yang sedang
meronta galau. Terasa begitu indah. Air mataku mulai jatuh, bening itu jatuh
begitu saja, tanpa paksaan, tanpa rekayasa. Semakin ku memperpanjang bacaan,
semakin deras ia bercucuran, menandakan sebegitu beratnya beban hatiku saat
ini. Allah aku begitu merindukanMu. Sungguh!!!
Bingung. Lagi-lagi aku seperti ini.
Aku merasa dunia saat ini sungguh tidak bersahabat. Bagiku dunia tidak lagi
ramah. Walaupun aku tak tahu kapan ia pernah ramah. Aku bosan, bosan melihat
prioritas manusia yang selalu hanya memikirkan dunia. Walau aku tidak mungkin
juga lari dari dunia. Walau aku masih saja larut dalam aktifitas manusiawi yang
tak bermakna. Itulah sebabnya aku merasa bosan. Dunia. Wajah aneh penuh rasa.
Ada kebahagiaan, kekejaman, kesadisan dan banyak lainnya yang tak bisa
kusebutkan, lebih tepatnya tak ingin kusebutkan. Dunia. Ladang fatamorgana yang
manusia tak bisa lari darinya. Memang, tak mungkin terhindar darinya. Sebab
kasat mata yang terlihat hanya dunia saja. Ladang akhirat akan hadir setelah
adanya perenungan.
Aku sepi. Aku tak mengerti apa aku
benar-benar lelah menghadapi dunia ini. Aku kembali merenungi niat yang aku
miliki. Apa ia begitu suci? Apa ia sudah lurus? Apa ia sudah layak untuk
memperoleh janji FirdausNya? Atau apa ia hanya nafsu dunia saja? Hanya tuntutan
yang belum mengenal arah. Entahlah...
" Dunia memang indah, lebih
indah dari hayalan seorang putri raja dikala menanti sang pangeran. Ia
kebahagiaan dan kesenangan. Sahabatku Rini, dunia itu hanya tipuan,
keindahannya hanya sementara, ia tak menjanjikan apapun, walau kita sudah
memperoleh kebahagiaan dari padanya, namun belum pasti bisa kita bawa hingga ke
akhirat. Rin,,, sungguh aku begitu mencintai mu karena Allah, aku tahu kau
seperti ini bukan karena ketidakpercayaanmu pada janji Allah, bahkan kau lebih
tau tentang itu dari pada aku, kau sahabat yang luar biasa Rin, jangan kau
biarkan dirimu kalut dalam kegalauan seperti ini. Jika memang kau lelah,
berbuatlah satu hal yang bagimu itu lebih baik kau kerjakan saat ini sebab kau
takut akan meninggalkan semuanya. Sahabatku,,,Aku tahu siapa dirimu, ambillah
ia, dan kerjakanlah ia, jika itu adalah ahsanul amal bagimu. Jangan pedulikan
bisikan-bisikan itu, itu hanya akan membuatmu ragu untuk melangkah. Sobat, aku
percaya kau tidak akan salah pilih. Karena aku tahu berapa besarnya rasa cinta
dalam hatimu untuk Sang Rabb. Rin, aku akan kembali dalam minggu ini, aku harap
kau sabar menunggunya. Aku rindu mendengar celotehanmu, suara tawamu, dan
pujianmu itu. Ahibbak fillah....."
Aku menangis tersedu. Allah, terima
kasih Kau telah memberiku seorang sahabat yang begitu mengerti aku. Aku begitu
mencintainya Rabb. Dia yang selalu membantuku menghapus butir kegelisahan hati,
dan menguatkan kasihku pada Mu. Pesan itu begitu panjang, ia sahabatku rela
mengirimkan pesan panjang itu lewat SMS yang pasti banyak menghabiskan layar.
Namun, itu sangat bermakna bagiku. Hatiku yakin kini. Mantap pada keputusan
yang akan aku lakukan untuk menghapus semua goyah kalbu ini. Aku khawatir, jika
aku tak melakukannya, aku akan lebih parah dari ini.
Bismillah,,Rabb terimalah niat lurus
ku ini. Tak ada lain yang kuinginkan selain ridha Mu saja. Sungguh hanya itu
Allah.
Sujud takzim ku persembahkan untuk
Nya. Kali ini aku merasa sujud ini begitu berkesan. Wahai dunia dengan segala
perangkatmu, aku ingin sejenak melupakanmu, meninggalkan harapan dan bayangan
serta nafsu yang selama ini melekat di dinding jiwaku. Tak ada janji apapun
yang mengikatku, selain hanya janji dari Nya saja.
Kuhapus air mata ini. Kuharap
tetesan ini menghapus khilaf yang aku lalui. Kini, hatiku mantap sudah,
melangkah maju ke Darul Hufadz, tanah impianku selama ini. Moga saja Aku bisa
menghilangkan Hubbud dunya yang ada dalam jasadku selama ini. Allah, aku datang
untuk memelihara kalam Mu, seperti yang pernah dilakukan oleh para sahabat
dulu. Faidza ‘azzamta fatawakkal ‘alalllah. Bismillah.
End at Monday,16 Juni 2008
Goresan Pena ; Gadis Intifadha
Goresan Pena ; Gadis Intifadha
Referensi Web :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar